BUNTOK – Kesenjangan Terhadap Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun pelajaran 2024/2025 mulai terlihat dan telah selesai dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Ditemukan adanya kesenjangan yang signifikan antar sekolah, khususnya pada jenjang SMA sederajat di Kabupaten Barito Selatan (Barsel) diungkapkan oleh Ketua Komisi III DPRD Kalteng Siti Nafsiah. Kesenjangan itu ternyata juga terlihat dari kondisi dua Sekolah Negeri di Kota Buntok.
Saat meminta keterangan Kepala Sekolah SMA 1 Buntok dan SMA 2 Buntok memang sangat mencolok perbedaan keduanya, SMA 1 Buntok terlihat ramai oleh siswa bahkan siswa Baru nya karena sekolah tersebut juga menjadi sekolah yang di Favoritkan.
Sedangkan berbanding terbalik dengan SMA 2 Buntok yang sepi, bahkan 1 ruangan Kelas XI MIPA yang hanya diisi 7 Siswa, dan banyak ruang kelas yang kosong tidak terpakai.
Saat ingin di Konfirmasi, pihak SMA 1 Buntok mengatakan Kepala Sekolah sedang berada diluar. Kemudian, di lakukan Konfirmasi ke Sekolah SMA 2 Buntok yang disambut hangat oleh Kepala Sekolahnya, Mukhlis S,Pd yang baru di angkat menjadi Kepala Sekolah 3 bulan yang lalu.
Mukhlis langsung mempersilahkan duduk di ruang guru yang terlihat tidak ada aktivitas karena sebagian guru sedang mengajar. Adanya perbedaan yang mencolok serta kurangnya daya minat Siswa tidak dibantah oleh Mukhlis, bahkan sejak tahun 2017 lalu kondisi seperti ini kian tahun kian menurun.
” Menurunnya peminat di sekolah kami juga terlihat saat penerimaan siswa Baru di tahun 2024 ini yang hanya ada 26 siswa dari permintaan 6 ruangan berjumlah 200 lebih. Kami akui kesenjangan itu memang terlihat, namun kembali lagi itu adalah pilihan dari orang tua siswa, dengan nama besar SMA 1 Buntok yang kita akui juga itu menjadi favorit peserta didik sekarang,” ungkap Mukhils, Senin (5/8).
Bahkan tugas berat Mukhlis yang baru saja diangkat menjadi Kepala Sekolah SMA 2 Buntok ibaratkan menjadikan Sekolah tersebut yang sebelumnya sudah terpuruk supaya bisa kembali bersaing dengan sekolah yang berada di lingkungannya baik itu bersebelahan dengan SMA Favorit bahkan di seberangnya ada SMK 1 Buntok yang juga banyak diminati siswa.
Namun menurunnya peminat di siswa sudah terjadi pada tahun 2017, kini tantangannya bagaimana sekolah bisa diminati, merubah image sekolah baik di dalam maupun di luarnya
” Ini menjadi tugas berat baik saya dan guru-guru yang mempunyai semangat juang untuk memulihkan lagi daya minat siswa di tahun akan datang agar kepercayaan orang tua yang menitipkan pendidikan anaknya bisa mau bersekolah disini, bahkan kita sempat semangat karena lumayan banyak yang berminat, namun berbanding terbalik calon siswa tadi lagi lebih memilih sekolah yang dirinya mau,” tuturnya.
Meskipun dengan kondisi yang terpuruk, bahkan sudah dikategorikan sekolah itu tutup akibat adanya kesenjangan, dirinya bersama guru- guru tetap bersemangat, meskipun hanya dapat 26 siswa, namun untuk tahun akan datang pihak sekolah juga memulai program baru untuk menjaring daya minat siswa, salah satunya mengaktifkan lagi Ekstrakulikuler.
” Apabila nanti semuanya memadai, bahkan semua ekskul kita aktifkan, namun kita tetap melihat seberapa banyak peminat, karena percuma nanti banyak ekskulnya namun daya minta tetap bahkan menurun. Kami juga sudah meminta masukan ke Dinas dengan Kondisi ini, meskipun sulit, kami tetap percaya sekolah ini bisa bersaing meskipun dikatakan jauh dari kata mungkin,” terangnya.
Salah satu Siswi Kelas XI mengatakan ketertarikannya sehingga memilih SMA 2 Buntok bukan karena dirinya tidak bisa masuk di sekolah Favorit, karena dari awal masuk dirinya memang memilih sekolah tersebut dan percaya menempuh pendidikan dan disetujui orang tuanya. Favorit atau tidak menurutnya kembali kepada diri sendiri kenyamanan dan ketenangan dalam belajar juga menjadi alasan.
” Memang sekolahnya sepi, itu benar, tapi saya dari awal memilih sekolah ini bukan karena bagus, ramai apalagi favorit atau tidak, percuma juga kalau ramai namun tidak bisa beradaptasi, namun dengan sedikitnya ini setidaknya belajar juga fokus. Namun saya yakin pihak sekolah pasti punya jalan keluar supaya sekolah ini ramai, meskipun dengan keterbatasan tetapi saya bangga dengan sekolah yang saya pilih,” harapnya.
Sementara itu, Komisi III Anggota DPRD Provinsi Kalteng Siti Nafsiah, menemukan aduan para tenaga pendidik bahwa ada indikasi di beberapa sekolah. Ia menyebutkan bahwa ada sekolah menerima peserta didik melebihi kapasitas. Dimana pelaksanaan PPDB tidak sesuai dengan ketetapan dalam petunjuk teknis atau keputusan tentang kuota rombongan belajar.
Ia menyoroti kondisi ini adanya tidak ketidakmerataan akses pendidikan tetapi juga mengancam eksistensi beberapa sekolah yang kekurangan peserta didik. Keadaan dimana sekolah-sekolah yang dianggap favorit di wilayah perkotaan cenderung mengalami kelebihan kuota dari kapasitas yang seharusnya.
“Sebaliknya, sekolah-sekolah yang dianggap non-favorit justru mengalami kekurangan peserta didik dari kapasitas yang disediakan. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas sistem zonasi dan distribusi fasilitas pendidikan di Kalimantan Tengah,” tutur Kader Partai Golkar tersebut.
Ia menyebutkan bahwa kejadian ini seperti yang terjadi di Buntok, Kabupaten Barito Selatan, di mana SMA Negeri 1 Buntok pada tahun 2024 ini telah menerima kurang lebih 268 peserta didik baru.
Padahal kapasitas kuota yang seharusnya yaitu kurang lebih untuk 150 peserta didik baru.
Hal ini berbanding terbalik dari pada sekolah tetangganya yakni SMA Negeri 2 Buntok.
Sekolah tersebut terletak sangat berdekatan dengan SMA Negeri 1 Buntok. Namum pada PPDB kemarin sekolah tersebut hanya berhasil menerima kurang lebih 24 peserta didik baru.
“Kondisi ini dapat mengancam keberlangsungan SMA Negeri 2 Buntok, sekolah terancam tutup karena kekurangan peserta didik,” tegasnya.
Total peserta didik dari kelas X hingga XII di SMA Negeri 2 Buntok ini hanya berjumlah kurang lebih 67 orang. Padahal sekolah ini memiliki kurang lebih 30 orang tenaga pengajar.
Menurutnya keadaan ini menggambarkan betapa sepinya SMA Negeri 2 Buntok di tengah hiruk-pikuk kota, sehingga menandakan ketidakmerataan yang sangat kontras dalam distribusi peserta didik.
Faktor Utama Kesenjangan Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesenjangan ini adalah kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah-sekolah favorit.
Sekolah favorit dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap. Hal ini menyebabkan sekolah-sekolah tersebut menerima peserta didik dalam jumlah yang berlebihan, sering kali di luar batas kapasitas yang ditentukan.
“Selain itu, terdapat indikasi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan regulasi, seperti penerimaan peserta didik melalui “jalur belakang” yang semakin memperparah masalah ini,” tegasnya.
Nafsiah menyebutkan sekolah-sekolah favorit sering kali memanfaatkan posisinya untuk menarik peserta didik sebanyak mungkin, dengan harapan mendapatkan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang lebih besar. (gor)